Minggu, 29 Januari 2017

Review Film: 'Hell or High Water' (2016)

“I've been poor my whole life, like a disease passing from generation to generation. But not my boys, not anymore.”
— Toby Howard
Review Film: 'Hell or High Water' (2016) - Sheriff Jeff Bridges memburu Chris Pine & Ben Foster selagi thriller Western yg sederhana melainkan tetap seru & bermakna. 

Mengambil tempat di dunia Western nihilistik yg persis sebagai No Country for Old Men, aku takkan terlalu kaget apabila Anton Chigurh tiba-tiba muncul selagi Hell or High Water & berawal dari menembaki orang dgn tabung gasnya. Gurun tandus yg lengang, jalan berdebu & gedung yg terlihat sebagai akan runtuh; tempat dimana kriminal begitu dekat & keadilan begitu jauh. Dua adik-kakak menelusuri keadilan mereka sendiri selagi film sederhana yg terasa sangat familiar melainkan digarap dgn sangat rapi & memuaskan ini.

Mereka yaitu Toby (Chris Pine) & Tanner (Ben Foster). Film dibuka dgn adegan perampokan. Memakai topeng, keduanya menerobos masuk ke bank kecil yg baru cuma buka di pagi buta. Mereka hanya mengambil uang di laci teller. kami belum akan mengetahui apa maksud aksi ini, selagi mereka berpindah ke bank lain & menjalankan hal yg persis.

Tanner yaitu sang kakak yg adalah begundal mantan kriminal yg apabila dilihat dari sikapnya, sudah siap masuk penjara kembali. selagi Toby sang adik cenderung lebih tenang walau justru dialah yg lebih antusias buat merampok. kami lalu tahu bahwa yg mereka rampok hanyalah Texas Midland Bank, persis jaringan bank ini menyita tanah warisan keluarga.

Polisi enggak memperhatikan aksi maling receh ini, melainkan seorang veteran yg sudah bersiap pensiun Marcus (Jeff Bridges) menyadari bahwa pelakunya yaitu orang yg cerdik, alih-alih amatiran. Mereka hanya mengambil uang selagi jumlah kecil, berpindah nyaris diam-diam agar enggak menarik perhatian, & enggak melukai siapapun. Hell, anggapan ini apalagi dibuat Marcus tanpa mengetahui bahwa dua bersaudara ini punya metode yg pintar buat menyembunyikan jejak mereka & mencuci uang hasil rampokan.

suatu kesembronoan yg dilakukan Tanner memberi petunjuk buat Marcus. Bersama dgn rekannya, Alberto (Gil Birmingham), ia memburu & mendahului gerakan mereka dgn menunggu di beberapa cabang Texas Midland. Film memakai ikatan keduanya bagai komedi sinis, dimana beberapa kali Marcus mengolok latar belakang leluhur Alberto yg enggak selalu benar menurut historis, melainkan kocak karena ironisnya, celutukan-celutukan ini mendekati realita. Lihat pula selagi seorang pramuniaga restoran (Katy Mixon) menolak selagi Marcus ingin menyita barang bukti yg adalah uang yg di-tip-kan oleh Toby ataupun selagi Toby & Tanner mencoba merampok bank yg berisi costumer yg membawa pistol.

Ditulis dgn rapi oleh Taylor Sheridan yg membuat debutnya dgn Sicario, film ini enggak merasa perlu buat buru-buru jelaskan cerita. Semua informasi dijelaskan dgn menurut bertahap, & menurut natural berujung di konfrontasi di puncak, yg tentu cuma melibatkan peluru. melainkan konfrontasi final bukanlah di momen itu, akan akantetapi selagi Marcus & Toby bertatap muka buat pertama kalinya, & mereka saling melontarkan persepsi masing-masing akan keadilan.

Metode narasinya yaitu slow-burn & hampir semua elemen plotnya disajikan dgn sederhana. Sekuens perampokan, khususnya, enggak tampak impresif. Sutradara David MacKenzie menggarapnya selagi skala kecil jadi terlihat realistis. Alih-alih quick cut, ia lebih memilih pengambilan gambar panjang. Ada adegan kejar-kejaran, melainkan MacKenzie tampaknya enggak berniat menjadikan filmnya sekedar aksi prosedural. yg terpenting bukanlah seberapa sensasional adegannya, akan akantetapi betapa besar resonansi aksi ini buat karakternya.

selagi film ini, enggak ada orang yg karenaitu hero ataupun penjahat. Mereka hanyalah orang yg mengejar keadilan dgn cara & prinsip masing-masing. Semua orang layak mendapat simpati. Tentu cuma, bank digambarkan bagai antagonis, melainkan yg dipersalahkan bukanlah individu akan akantetapi sistem. Film ini membuat komentar sosiopolitis dgn cara yg manis.

enggak ada penampilan yg mengejutkan dari pemain, kecuali Chris Pine yg ternyata dapat memainkan karakter yg lebih kompleks daripada sekedar kapten ganteng dari Star Trek. Foster, sebagai biasa membagikan intensitas yg akan membuat anda bergidik, selagi Bridges bisa membawakan perannya sambil mabuk. yg spesial yaitu bagaimana semua karakter ini tergambar dgn utuh, & ikatan yg melibatkan himpunan antara dua karakter manapun selalu menarik buat dilihat.

enggak ada hal baru yg ditawarkan oleh Hell or High Water, apalagi apabila anda sudah terlalu banyak menonton film Western. dispensasi mungkin buat subteksnya berhubungan kapitalisme & bagaimana penaruh langsungnya terhadap kehidupan rakyat kecil. melainkan anda perlu menonton film ini buat melihat bagaimana penanganan mantap dari Sheridan & MacKenzie membuat Western yg usang kembali seru & bermakna.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Review Film: 'Hell or High Water' (2016)

0 komentar:

Posting Komentar